Maluku merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan pemandangan alam yang menarik dan juga catatan sejarah yang panjang. Sejarah panjang di Daerah Maluku ini tentu saja dipengaruhi oleh masa penjajahan kolonial. Hal ini juga berdampak pada beberapa nama daerah di Maluku yang memiliki pengaruh Eropa.
Wilayah Maluku sendiri berbataan dengan Laut Seram di bagian utara,Laut Arafura dan Samudera Hindia di Selatan, Papua di wilayah Timur, dan juga Sulawesi di bagian barat.
Banyak sekali berita Maluku yang menyajikan informasi menarik tentang wilayah ini, salah satunya adalah wisatanya yang memukau. Kondisi wisata di Maluku ini juga saling terkait satu sama lain antar nama daerah Maluku.
Dengan ciri khas yang menarik di dalamnya, membuat Maluku kaya akan kondisi sosial budaya yang membuatnya semakin eksotis.
Kondisi Daerah Maluku
Secara geografis, Maluku berupa susunan pulau yang membentuk kepulauan. Beberapa nama daerah di Maluku memiliki nama yang mirip satu sama lain karena rumpun bahasanya. Ternyata, provinsi ini merupakan provinsi terbesar nomor 28 di Indonesia.
Jumlah penduduk Maluku ada 1.8 juta jiwa saja. Sehingga daerah ini tidak padat seperti berbagai wilayah yang lain.
Jika mengamati sejarah yang berlaku di masa lalu, nama daerah Maluku bukan menjadi tempat asing bagi penyedia rempah-rempah. Banyak negara yang mengincar Maluku karena banyak cengkih dan pala.
Pedagang dari seluruh dunia, khususnya Tionghoa, Arab, dan Eropa berlomba untuk menguasa Maluku demi rempah-rempah yang sangat diidolakan di pasar internasional ini. Kekayaan Maluku di masa lalu akan rempah-rempah membuatnya dijajah dalam kurun waktu yang lama oleh Portugis dan Belanda.
Sejarah Maluku
Sejarah Maluku secara keseluruhan dimulai pada abad ke-18 ketika Perusahaan Hindia Timur Belanda mendirikan tiga provinsi, yaitu Ambon, Kepulauan Banda, dan Ternate, ketiga provinsi tersebut disatukan oleh Belanda pada awal abad ke-19.
Untuk namanya. Setelah masa penjajahan, Pulau Maluku tetap dipertahankan sebagai provinsi secara keseluruhan hingga akhir abad ke-20 ketika Pulau Maluku Utara dipecah menjadi provinsi sendiri.
Nama daerah Maluku pada mulanya muncul karena ada sebutan ‘Maloko’ oleh pedagang Arab di masa lalu. Istilah ini juga masuk ke dalam sejarah kitab Negarakertagama. Di mana nama daerah Maluku pada saat itu lebih mengarah pada Ternate.
Setelah Portugis masuk ke Maluku, mereka memberi nama daerah ini sebagai Moloquo. Selain itu ada pula istilah Miliki yang digunakan oleh Dinasti Tang untuk menentukan sebuah lokasi dengan arah letak Holing.
Sedangkan catatan sejarah bangsa Arab menyebut nama daerah Maluku ini sebagai Malik. Mereka merujuk pada sebuah tempat di bagian utara Kepulauan Maluku. Kepulauan ini meliputi Tidore, Ternate, Jailolo, dan Bacan yang dikenal dengan kepulauan raja-raja.
Baca juga: Pentingnya Bahasa Inggris dalam Pendidikan
Pemerintahan Maluku
Undang-Undang Nomor 20 yang ditetapkan pada tanggal 17 Juni 1958 1958 menetapkan Provinsi Maluku sebagai salah satu Daerah Otonomi Tingkat I. Undang-undang ini disebut juga dengan Undang-Undang Pembentukan Maluku.
Undang-undang ini merupakan ketentuan dari Undang-Undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957, dan tujuannya sama. Secara undang-undang, Pemerintah Provinsi Maluku ditetapkan sebagai kediaman Ambon.
Maluku dipimpin oleh Gubernur, perwakilannya dipilih langsung oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPRD Maluku) yang beranggotakan 45 orang. Masa jabatan gubernur dan wakilnya adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali satu kali.
Anggota DPRD juga dipilih langsung oleh rakyat, dengan masa jabatan lima tahun. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, gubernur dibantu oleh perangkat daerah sebagai berikut: sekretariat daerah, badan pengawas, sekretariat DPRD, 11 badan, dan 23 kantor daerah.
Pembagian Administratif Daerah di Maluku
Provinsi Maluku dibagi menjadi 9 kabupaten dan 2 kota secara administratif. Pembagiannya masih ada 118 kecamatan, termasuk 35 kelurahan dan 1.198 desa dan negara. Di antara semua wilayah, Ambon adalah ibu kota provinsi terpadat, dan Maluku tengah adalah wilayah terluas.
Sepanjang sejarah Maluku, telah banyak upaya untuk mengubah nama daerah tersebut. Selama ini yang baru dicapai adalah mengganti nama Maluku Tenggara Barat menjadi Kepulauan Tanimbar. Nama daerah di Maluku ini secara umum tidak banyak mempengaruhi kondisi pemerintahan dan masyarakatnya.
Baca juga: Perlahan Terlupakan, Yuk Kembali Mengenal Hikayat dan Jenisnya
Bahasa yang Digunakan Masyarakat Maluku
Dari sumber berita Ambon, Bahasa Indonesia memiliki peranan sebagai bahasa resmi digunakan bersama dengan bahasa Ambon (juga dikenal sebagai bahasa Melayu Ambon atau Melayu Maluku) untuk bahasa pengantar provinsi. Tercatat di tahun 2020, Maluku memiliki 62 bahasa daerah.
Walaupun demikian, Maluku adalah daerah yang sudah mengalami banyak kepunahan bahasa. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, ada 11 bahasa daerah di Indonesia yang punah dan 8 bahasa tersebut adalah bahasa daerah Maluku.
Hilangnya bahasa daerah di Maluku karena pengaruh bahasa Ambon. Dulunya Ambon adalah bahasa kedua (bahasa pengantar) sebagian besar masyarakat Maluku. Sekarang menjadi bahasa ibu. Hampir seluruh wilayah di Maluku sudah menggantikan kedaerahan.
Seni dan Budaya di Maluku
Membicarakan nama daerah di Maluku tentu saja akan langsung teringat dengan budayanya yang kaya. Daerah ini memiliki seni dan budaya yang beragam. Salah satunya adalah kekayaan musiknya.
Alat musik dari Maluku yang terkenal dadalah Tifa dan Totobuang. Alat ini memiliki cara main yang berbeda. Jenis Tifa di Maluku berbeda-beda, ada Tifa dasar, tifa potong, tifa jekir, tifa bas, hingga tifa potong.
Untuk memainkannya perlu sebuah aransemen dari semua jenis tifa ini. Bahkan seringkali permainannya dibarengi dengan gong kecil bernama Totobuang. Ada juga alat musik tambahan berupa kulit kerang yaitu kulit bia dengan cara ditiup.
Selain alat musiknya yang unik, seni sangat berkembang di Maluku. Nama daerah Maluku dikenal sebagai daerah yang menghasilkan penyanyi luar biasa.
Suara dari masyarakat Maluku juga sangat bisa diandalkan karena sangat indah. Sejak jaman dahulu, mereka sering mengiringi tarian tradisional. Tidak diragukan lagi banyak penyanyi terkenal yang lahir dari pulau-pulau ini.
Sebut saja legenda seperti Harvey Malaihollo, Broery Pesulima, Masnait Group dan Yopie Latul. Belum lagi penyanyi kelas dunia lainnya, seperti Ruth Sahanaya, Daniel Sahuleka, Romagna Sasabone, Monica Akihary, Eric Papilaya, Danjil Tuhumena, Harvey Malaihollo, Glen Fredly, Webster Manuhutu, (Duo) Moluccas, Ello Tahitu, Figy Papilaya, dan masih banyak lagi.
Tarian Khas Maluku
Tarian terkenal dari daerah Maluku adalah tari dengan nama Tari Cakalele. Tarian ini menggambarkan kekuatan masyarakat Maluku. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang pria dewasa yang memegang parang dan salawaku (tameng).
Ada juga tarian lain, seperti Saureka-Reka. Tarian ini menggunakan daun rumbia sebagai propertinya. Tarian ini dibawakan oleh enam orang gadis, sangat membutuhkan ketelitian dan kecepatan, serta harus diiringi dengan irama musik yang sangat menarik.
Dengan keragaman budaya dan masyarakatnya yang majemuk, nama daerah Maluku sudah tidak asing lagi bagi banyak orang. Kekayaan budaya dan alam di Maluku membuatnya makin tersohor baik di dalam negeri maupun luar negeri.