Maluku Utara menjadi salah satu wilayah yang kaya akan budaya. Masyarakat setempat masih mempertahankan budaya adatnya dengan baik. Orang asli yang ada di Maluku Utara ada beberapa suku. Suku di Maluku Utara ini memiliki beberapa keberagaman yang bisa dijadikan panutan karena budayanya yang unik.
Di Maluku Utara, ada beberapa suku yang masih hidup hingga saat ini dan menjadi mayoritas penduduknya. Salah satunya adalah Suku Tobelo. Suku ini menjadi suku paling besar di nama daerah Maluku Utara lho, yuk simak ulasannya di bawah ini!
Salah satu suku adat yang ada di Maluku Utara adalah Suku Tobelo. Mereka mendiami wilayah hutan di Halmahera. Orang-orang suku Tobelo kadang juga dikenal sebagai orang Tugutil.
Istilah “Tugutil” dalam masyarakat Toble sebenarnya adalah istilah untuk Suku Tobelo yang hidup di alam liar Halmahera yang dikemukakan oleh peneliti Belanda J. Platenkamp. Platenkamp sendiri adalah orang asing yang tertarik mempelajari komunitas Tugutil.
Ia mengatakan bahwa kata Tugutil sebenarnya adalah bahasa Tobelo, yaitu O’Tau Gutili atau Rumah Pengobatan.
Penelitian lain juga mengidentifikasi bahwa Suku Tobelo dengan menyebutkan Tobelo Dalam dan Tobelo Luar. Tobelo Dalam, dalam penyebutan orang Tobelo sendiri, yakni O’Hongana Manyawa (Orang Tobelo yang tinggal di dalam hutan). Untuk masyarakat Tobelo Luar disebut juga O’Hoberera Manyawa (Orang Tobelo yang tinggal di luar hutan).
Mereka masih mempertahankan budaya dan adat setempat sehingga terlihat agak primitif. Meskipun demikian, mereka bangga karena masih menerapkan sistem nilai dan kepercayaan adat sebagai pedoman hidup mereka.
Baca juga: Keunikan Kota Ambon yang Simpan Banyak Pesona
Ada satu kebiasaan yang biasanya dilakukan oleh masyarakat adat suku Tobelo, salah satunya adalah budaya ketika menyambut bayi. Jika ada bayi perempuan yang lahir, maka harus menanam 5 buah bibit pohon. Sedangkan untuk bayi laki-laki adalah menanam 10 pohon.
Filosofi dari budaya ini adalah melambangkan jika kewajiban dan tugas laki-laki lebih banyak, seperti mencari nafkah. Sehingga harus menanam bibit pohon lebih banyak sebagai gambaran kerja keras. Adanya budaya ini juga menjadi salah satu bentuk harmoni antara manusia dengan alam agar tetap lestari.
Masyarakat suku Tobelo, khususnya Komunitas O’Hongana Manyawa biasanya memperoleh berbagai jenis makanan dengan cara berburu, berladang dengan cara pindah-pindah, mencari ikan, dan hal serupa.
Berbagai kebiasaan yang mereka lakukan ini sangatlah tradisional dan memiliki sifat ketergantungan alam yang sangat tinggi.Dengan memiliki kebiasaan ini, mereka hidup berdampingan dengan alam sekitarnya sesuai dengan nilai-nilai kearifan lingkungan dan lokal.
Di alam, pemahaman mereka tentang cara merawat hutan adalah jaminan keamanan pangan mereka sehari-hari. Hutan bukan hanya sebagai sumber ekonomi pemenuh kebutuhan, tetapi juga telah menjadi interaksi alam semesta yang erat, agama, sistem bercocok tanam dan perburuan, dan aspek budaya lainnya untuk membentuk kehidupan yang utuh.
Hal ini terkait erat dengan signifikansi sosio-kosmologis masyarakat O’Hongana Manyawa yang membagi lingkungan ekologis hutan menjadi satu kesatuan (sebagai rumah, hunian dan hutan).
Penggambaran diri dan lingkungan O’Hongana Manyawa yang tergambar dalam tradisi lisan Wawango (kehidupan) dan Lilingiri (penampilan) menjelaskan kehidupan mereka di lingkungan hutan. Bagaimana kelompok orang-orang O’Hongana Manyawa ini mengelola hutan erat kaitannya dengan sistem nilai.
Referensi tentang perilaku sosial dalam produk. Tradisi lisan mengatur sikap dan perilaku masyarakat O’Hongana Manyawa dalam menjaga hutan di unit hutannya masing-masing.
Masyarakat setempat percaya jika ada anak yang mampu untuk berburu, memasang jerat di hutan, artinya mereka sudah bisa mengidentifikasi masa depan dan bertahan hidup dalam kehidupan.
Mereka berasal dari Teraga Lina di Hamahela Utara, setelah itu mulai menyebar ke hutan Hamahela, seperti Hamahela Tengah dan Hamahela Timur. Suku Tobelo Dalam dibagimenjadi empat bagian yaitu Modole (berdomisili di Halmahera Timur-Halmahera Tengah), Boeng (berdomisili di Halmahera Utara, Halmahera Timur-Halmahera Tengah), Pagu (Tinggal di Harmahera Utara) dan Hoku.
Khusus Hoku, sub suku ini dikenal dengan nama Canga atau Tobelo, mereka tinggal di pesisir pantai. Sub suku ini ada yang menyatakan punah karena tidak ditemui lagi. Di Nauru, Maluku Utara, suku yang paling mungkin dipanggil Halefru adalah Hoku, karena beberapa dialeknya mirip dengan Tobelo.
Beberapa catatan sejarah mencatatn jika Halmahera Utara hingga tengah banyak didominasi oleh Suku Tobelo yang datang dari Telaga Lina. Sehingga dapat dipastikan jika etnis ini paling banyak di Maluku Utara.
Kehidupan masyarakat suku Tobelo yang merupakan warga asli Maluku Utara ini tetap melestarikan dan menggantungkan hidupnya pada alam meskipun ada banyak perubahan di dunia ini. Kearifan lokal yang mereka lakukan memberikan bukti bahwa mereka berkomitmen untuk menjaga alam dengan baik.
Mencari rekomendasi tempat wisata bogor dekat stasiun? ulasan ini akan memberikan bocorannya untuk Anda! Bogor,…
Bermain game domino tidak lengkap rasanya jika tidak mengalami kemenangan. Ada beberapa rumus yang biasanya…
Sudah paham cara membuat semen? Jika belum, maka Anda berada di tempat yang tepat! Semen…
Sebenarnya, berapa biaya perawatan kolam renang? Hm, kolam renang merupakan sebuah konstruksi yang membutuhkan biaya…
Dalam setiap permainan umumnya setiap orang ingin mendapatkan jackpot dalam jumlah maksimal. Tapi masih banyak…
Melakukan aktivitas tertentu di luar rumah, tentu menjadi akan menjadi momen yang berharga. Misalnya seperti…